Wednesday, February 5, 2020

Anonimitas

Disebut jatidiri senyatanya kalau Anda memakai nama asli ( bahkan misalnya satu nama pun sudah cukup), dan fotonya juga asli.
Lho, bukankah gambar traktor atau wajan juga foto asli? Oh, maksud saya tampang yang asli. :)
Bagaimana dengan display name dalam blog, tetapi membiarkan foto
Anda tampil, minimal di blog lain karena jebakan kamera usil? Itu bukan penyamaran. Hanya pengibaran julukan.
Intinya Anda tidak bersembunyi, bahkan membiarkan diri dikenali. Dilengkapi lokasi mukim (bukan alamat rumah), dan jenis pekerjaan, juga boleh. Nggak masalah. Tiada yang melarang.
Bagaimana dengan samaran? Itu bukan anonim. Lebih tepat sebagai sebuah alias. Namanya bisa apa saja, foto diri pun bisa diganti apa saja (misalnya traktor atau wajan tadi), dengan keterangan diri yang kabur. Bahwa di kemudian hari ternyata sosok Anda dikenali, anggap saja itu senasib dengan personel Gorillaz.
Apakah menggunakan nama samaran berarti pengecut? Nggak juga. Disebut pengecut kalau tidak mau mempertanggungjawabkan apa yang dibikin di blog.
Pendek kata, mau pakai identitas asli atau samaran, itu semata soal kenyamanan.
Termasuk dalam kenyamanan adalah keberanian menanggung risiko ringan.
Misalnya, saat menantikan obat dalam ruang tunggu apotek tiba-tiba Anda dihampiri seseorang, “Oh, kayaknya pernah lihat foto Mbak dan dengar nama Mbak, deh. Mmmm… Mbak ini si Sahaetawati Kumahasari, kan? Sakit apa? Panu? Kadas?”
Kalau pakai nama samaran, Anda bisa hahahihi dalam hati ketika dua orang dalam lift mengobrolkan Anda.
“Emang, blogger satu itu nyebelin, sok cantik, sok idol padahal dodol” kata salah satu. Anda cuma membatin, “Salah sendiri baca blog gue…”
Jika menggunakan jatidiri asli, maka Anda akan ringan menjawab alamat kirim kepada blogger lain yang ingin menghadiahi Anda.
Jika Anda telanjur nyaman, dan ingin mempertahankan sosok samaran sepanjang hayat, maka Anda akan kerepotan saat ditanya alamat kirim buku (padahal mupeng akut), dan akan kikuk kalau diajak kopdar.
Yah, sekali menyatakan diri selanjutnya adalah pembukaan diri. Satu-dua-tiga-empat-lima orang pertama bisa dipercaya. Tapi orang kesebelas, yang mendengar dari orang pertama, mungkin kelepasan bicara.
Orang ke-19, yang niatnya sekadar bercanda, akan menebarkan clues dalam komentar dan shoutbox di blog Anda — padahal tak sedikit bloggers yang berbakat detektif.
Jadi, gimana dong? Harus menyatakan diri sejak dini, bersamaan dengan Hello World! (kalau pakai WordPress)?
Nggak. Itu terserah Anda. Sesuka Anda.